Selasa, 10 Juni 2025

Menanamkan Nilai Agama Sejak Dini: Cara Lama atau Metode Baru?

Oleh: Syafiqoh Mubarokah

Anak usia dini sering disebut sebagai masa keemasan atau golden age. Pada masa inilah, anak paling mudah menerima nilai, membentuk karakter, dan belajar dari lingkungan sekitarnya. Namun, bagaimana sebenarnya metode yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai keberagamaan pada usia ini? Apakah cukup dengan menghafal doa dan surat pendek, atau perlu metode pembelajaran yang lebih aplikatif dan menyenangkan?

Dua penelitian yang dijadikan rujukan dalam tulisan ini menjelaskan dua pendekatan berbeda. Pertama, melalui metode keteladanan, di mana guru menjadi panutan yang memberikan contoh nyata perilaku religius. Kedua, melalui metode kibar, yakni metode visual dan gerak yang memudahkan anak mengenali dan membaca huruf hijaiyah secara menyenangkan. Keduanya memiliki kekuatan masing-masing dalam membantu tumbuhnya religiositas anak sejak usia dini.

Metode keteladanan menempatkan guru dan orang tua sebagai contoh nyata. Di TK Al-Muhsin, misalnya, anak-anak diajak melihat langsung bagaimana guru mengucapkan salam, memimpin doa, melaksanakan shalat dhuha, hingga menunjukkan sopan santun dalam bertutur kata dan bersikap. Anak-anak tidak hanya diberi teori tentang perilaku baik, tapi juga meniru langsung apa yang dilakukan oleh guru mereka.

Penelitian menunjukkan bahwa cara ini efektif. Anak belajar dengan meniru. Ketika guru mengajak bersalaman, mengucap salam, atau meminta maaf saat bersalah, anak pun mengikuti. Nilai moral dan agama bukan lagi sekadar hafalan, tapi menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Keteladanan yang konsisten akan melekat kuat dalam memori anak, membentuk karakter dan perilaku religius jangka panjang.

Sementara itu, metode kibar sebuah pendekatan yang dikembangkan dari metode iqra memiliki keunggulan dalam mengajarkan huruf hijaiyah. Penelitian di RA At-Taqwa Rajapolah menunjukkan bahwa penggunaan metode ini sangat membantu anak dalam belajar membaca Al-Qur'an. Dengan pendekatan visual, bunyi, dan gerakan yang menyenangkan, anak lebih mudah mengenali bentuk huruf, membedakan bunyi, dan belajar tajwid secara sederhana.

Nilai aktivitas anak saat menggunakan metode kibar tergolong sangat baik, dan hasil belajar huruf hijaiyah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Koefisien korelasi sebesar 0,6 menunjukkan hubungan yang kuat antara penggunaan metode ini dengan kemampuan membaca huruf hijaiyah anak usia dini. Ini menunjukkan bahwa metode yang menarik, aplikatif, dan menyenangkan sangat penting dalam pengembangan keberagamaan anak.

Namun, penting dicatat bahwa kedua metode ini tidak bisa berdiri sendiri. Keteladanan membentuk karakter dan moral, sedangkan metode kibar memperkuat aspek kognitif keagamaan seperti kemampuan membaca. Oleh karena itu, keduanya perlu digabungkan secara integratif. Pendidikan agama tidak cukup hanya diajarkan, tapi harus diteladankan dan dipraktikkan dalam keseharian.

Guru dan orang tua memiliki peran besar dalam mewujudkan hal ini. Konsistensi, kesabaran, dan kasih sayang menjadi kunci utama dalam membimbing anak mengenal Tuhannya. Kurikulum PAUD juga perlu disusun agar memberikan ruang cukup bagi pendidikan agama, tidak hanya sebagai pelengkap, tapi sebagai fondasi pendidikan karakter.

Menanamkan nilai-nilai keberagamaan pada anak usia dini tidak cukup dengan ceramah atau hafalan semata. Anak perlu melihat langsung, meniru, dan terlibat secara aktif. Metode keteladanan dan metode kibar adalah dua pendekatan yang terbukti efektif, terutama jika diterapkan bersamaan. Di era yang serba cepat ini, kita tidak boleh abai: membentuk generasi yang religius dan berakhlak baik harus dimulai sejak dini dan dengan metode yang tepat.


Opini_Tugas Mata Kuliah Metode Pengembangan Keberagamaan

Dosen Pengampu: Dr. Suwendi, M.Ag

Program Pascasarjana UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar